Perbaiki Negeri

5.8.11

Industri Ijazah palsu, bagaimana ? karena mal administrasi dimana mana

                                                      
  Suatu logika berpikir rakyat yang sederhana bahwa kehidupan berbangsa,     bernegara adalah membangun kesejahteraan bersama dengan mengelola sumber daya alam dan sumber     
daya manusia, dan itulah yang di cita cita kan pendiri bangsa ini. Untuk mencapai cita cita tersebut  di diskripsikan pada landasan kultural bangsa Pancasila dan landasan kehidupan bernegara pada Undang Undang Dasar yang didiskripsikan dari pasal demi pasal, namun tekstual pasal dan ayat ayatnya kontekstualnya sering kali diabaikan karena dianggap sulit pada tatanan subtansi implementasi oparasional walaupun Undang Undang dan Peraturan Pemerintah telah diberlakukan melalui tarik ulur kepentingan.

Dalam operasional Negara diperlukan jaminan Keadilan , Kepercayaan , Rentang kendali untuk keseimbangan, yang ditempuh melalui mekanisme demokratisasi prosedural untuk mengisi trias politika Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif yang memiliki kredibelitas rakyat nya sebagai pemilik Negara yang berarti juga harus ada mekanisme untuk mengambil kembali ketika kewenangan yang diberikan rakyat  hilang kredibelitasnya dengan target dan indikator adalah efektifitas mengelola kedua sumber daya tersebut dalam pemenuhan kesejahteraan dengan menggunakan effesiensi budget.

Ketika fungsi oparasional Negara telah terbangun maka fasilitasi pertama adalah memilih , memilah , mambangun serta membentuk Sumber Daya Manusia agar mampu,  memiliki kompetensi untuk meng eksplorasi Sumber Daya Alam sehingga secara personal memiliki kompetensi Skill agar bisa survive untuk hidup sejahtera siap berkompetisi di kawasan global dan menjadikan bagian dari asset bangsa.   Proses inilah yang harus dilakukan oleh Negara melalui Pendidikan untuk Pemberdayaan yang berkeadilan, berkualitas efektif dan efesien.
Dalam konteks Pemberdayaan Rakyat oleh Negara harus diatur secara jelas dan tegas oleh Undang Undang dan Peraturan Pemerintah yang cakupan subtansinya adalah Menyehatkan Fisik, Mental dan Spiritual, Membangun Kecerdasan berfikir , Kecerdasan emosional dan keterampilan kerja (knowledge & skill) secara Proporsional, sehingga sebagai bagian dari Layanan Publik yang menyangkut Pemberdayaan harus dilindungi oleh Negara dalam arti kata setiap operator penyelengaranya harus dapat diaudit tidak ber orientasi pada Profit Center karena posisi tawar Rakyat untuk meraih itu ( Sehat, Cerdas , Terampil ) sangatlah rendah dan bahkan bagi operator yang melakukannya dan apabila diaudit ternyata berorientasi pada profit itu adalah merupakan tindak pidana , Korupsi ataupun mungkin Subversi.

Kondisi Faktual.

Indikator keberhasilan pemimpin Negara menurut pesan undang undang dasar adalah adanya peningkatan kesejehteraan rakyat sehingga dari perencanaan awalnya Negara harus punya data akurat dan  yang  tidak  dikorupsi tentang ” warga miskin”. Pada akhir rezim kekuasaan nya harus bisa diukur pula berapa persen rakyat miskin tersebut menjadi tidak miskin melalui ukuran efektifitas melakukan pemberdayaan di kementrian Menkokesra khususnya kesehatan dan pendidikan. Namun sangat ironis banyak warga masyarakat jatuh miskin karena sakit, jatuh miskin karena sekolah hal ini disebabkan anggaran Negara banyak dan habis digunakan hanya membangun Image, pencitraan telah membangun rumah sakit dan sekolah untuk rakyat (katanya) dengan yang menjadi indikator nya adalah keberhasilan  Indonesia Juara di Olympiade Fisika , Matematika , Robotika dll ,  namun terlupakan banyak biaya masyarakat untuk sekolah tapi tidak bermanfaat untuk membangun kesejahteaan dirinya. Sebagai contoh kasus seorang petani yang dicitrakan lewat iklan negara bahwa sekolah dapat meningkat kesejahteraan keluarga nya menjual sapi , kerbau, sawah untuk menyekolahkan anaknya ke Bandung , namun sekolah yang dimasuki ternyata hanya tampil di papan nama, gedung yang megah tapi ternyata hanya jualan Ijazah, Sertifikat bahkan izin operasionalnya pun tidak ada dan Negara lepas tanggung jawab, sehingga petani pun menjadi jatuh miskin dengan anak nya yang tetap tidak berdaya.

Hal ini dipicu oleh prilaku koruptif birokrasi kita yang ingin tampil dinilai cerdas dan memiliki kompetensi , sehingga sekolah adalah  sebagai  pilihan
agar dapat memperoleh STTB ( Surat Tamat Tanpa Belajar ), dan kuliah di STIA ( Sekolah Tidak Ijazah Ada ) termasuk pula proses proses untuk memperoleh Sertifikasi Guru.

Kasus Kriminal Ijasah Palsu yang tidak pernah ditindaklanjuti seperti contoh  kasus ijazah palsu di STIA yang pernah ditayangkan TV One oleh Tim Telusur, sehurusnya disana ada tindak pidana yang harus ditindak lanjuti oleh Polisi secara proaktif, akan tetapi nampaknya tindak lanjut itu tidak terjadi.. Oleh  karena itu kami mengusulkan pada Tvone untuk ditayangkan kembali, Kasus  Ratu Atut dan Marissa Haque, Universitas Global , dan masih banyak kasus kasus lain yang tidak ter expose oleh media.
Rumah sakit dan terutama sekolah, lembaga pendidikan, training centre adalah lahan “usaha” menggiurkan bagi berbagai kementerian dan menjadi ajang berebut anggaran untuk proyek, Perguruan Tinggi Negri menjadi BHMN bahkan BUMN pun membuat Sekolah dan menjadikannya bagian profit centernya.

Akibat prilaku koruptif birokrasi, yang rendah dalam kompetensi sehingga lebih banyak menjadi calo proyek dari pada menjadi tenaga Profesional di Departemen nya, sehingga banyak proyek proyek besar dalam nilai rupiah tapi rendah di sisi aspek manfaat bagi rakyat.

Kasus lain pengalaman penulis.

Awal mengajar th 1982 di SMA Swasta , kemudian jadi wkl kepala sekolah, penulis sangat gaket bahwa proses kelulusan adalah proses negosiasi jual beli, bahkan daftar peserta ujian yang biasa sekolah 1 kelas 30 orang akan tetapi pada saat ujian menjadi 3 kelas, 90 orang dan semuanya lulus, itulah buruknya system administrasi pendidikan dan proses proses serupa sampai saat ini pun masih tetap berjalan

Perlawanan terhadap proses mal administrasi penulis lakukan dan berujung pada pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Guru PNS, kemudian menggugat ke PTUN , dan setelah di MA tidak ada aturan hukum batas waktu untuk diselesaikan , karena itu  kepastian hukum bagi masyarakat kebanyakan  adalah merupakan ketidak pastian.




        
                                                                                 























Tidak ada komentar:

Posting Komentar