Perbaiki Negeri

29.3.14

FATWA HARAM MUI JADIKAN WNI ISLAM BERDOSA. HUKUM PEMILU TENTANG : HAK PILIH WARGA NEGARA DALAM PEMILIHAN UMUM, DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA.

Hak-hak warga negara dalam pemilihan umum, yang melekat pada dirinya sendiri sebagai manusia yang semata-mata karena dia mahluk hidup memiliki kebebasan berfikir, menyampaikan pendapat pikirannya, serta menyikapinya, sesuai dengan keyakinan hati nurani dan akal yang dimilikinya atas realitas sosial yang dihadapi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Negara dalam sekala besar maupun suatu kelompok sosial tertentu dalam sekala kecil, tidak berhak menginterfensi dan bahkan merampasnya dengan alasan apapun dan dalam kondisi apapun. Pemilihan umum merupakan sarana dan prasarana utama di negara yang menganut faham demokrasi, Pemilu juga adalah merupakan hal yang paling mutlak untuk diselenggarakan sebagai tolak ukur negara terhadap kualitas demokrasi dan penghormatan terhadap Hukum dan Hak asasi manusia (Human Right). Hak Pilih,Di Pilih serta Me Milih merupakan pilihan yang sangat privat (sangat asasi) bagi setiap warga negara. Hukum/aturan/asas adalah mekanisme untuk tercapainya suatu tatanan negara yang demokratis dan terpenuhinya kedaulatan individu, adalah tanggung jawab negara seutuhnya mengatur kepentingan publik dengan tidak mengabaikan hak asasi yang dimiliki setiap individu. Ruang lingkup hukum merupakan pengaturan atas kepentingan publik, akan tetapi bila negara mengabaikan kepentingan hak asasi maka negara telah mengabaikan kepentingan publik dan negara akan menjadi lemah bila tidak mampu mengatasi antara kepentingan publik dan tanggung jawabnya terhadap pemenuhan hak-hak asasi setiap warga negaranya. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamandemen tahun 1999-2002, tercantum . Dalam pasal 28 E disebutkan: “Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Hak memilih dan di pilih termaktub dalam kata bebas. Artinya bebas digunakan atau tidak digunakan. Terserah pemilihnya. Rumusan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden dan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Thn 2012 tentang Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak ada penjelasannya. UU tentang Pemilu UU No.10/2008, disebutkan di pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: “WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.” Jelas kata yang tercantum adalah “hak”, bukan “kewajiban”. Bunyi frasa dalam pasal dan ayat tersebut di atas yaitu “warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/ pernah kawin”. dan frasa mempunyai hak memiilih”, apabila hak memilih dipahami sebagai hak asasi manusia maka memilih dan tidak memilih adalah bagian dari pilihan yang harus dihormati dalam proses demokratisasi di Indonesia. Dari sudut hukum, jelas sekali kalau memilih dan dipilih adalah hak. Pengecualian hanya bagi mereka yang terkena hukuman pidana lebih dari lima tahun atau terbukti tidak setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAHKAN Dari alasan tersebut apabila Warga Negara Indonesia yang tidak menggunakan hak pilih nya karena berbagai alasan dan mencapai 51 % atau lebih maka peluang pencalonan presiden dari jalur independen seyogyanya bagian dari hal yang harus diakomodir oleh undang-undang. FATWA HARAM MUI JADIKAN WNI ISLAM BERDOSA. Secara hak asasi, ancaman macam itu jelas melanggar hak dasar yaitu hak untuk hidup tanpa rasa takut dan hak kebebasan berpendapat. Hak untuk memilih merupakan hak perdata warga negara, demikian juga hak untuk berpendapat. Tidak ada hukum apa pun yang menyebutkan mereka yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu “Setiap orang bebas menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya”. Masyarakat atau negara tidak dapat membatasi hak itu dengan melarang, mengkriminalkan atau menjatuhkan sanksi moral terhadap orang yang tidak menggunakannya.” Bahkan hak memilih tersebut tercantum secara resmi dalam UU No. 39/1999 tentang HAM, yaitu di pasal 43 yang menyatakan: “Setiap warga negara berhak dipilih dan memilih dalam Pemilu”. Pernyataan serupa juga terdapat dalam UU No. 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil Politik, yaitu di pasal 25 yang berbunyi: “Hak setiap warga negara ikut serta dalam penyelenggaraan urusan publik, untuk memilih dan dipilih”. Seyogyanya MUI harus lebih mendorong aktor aktor yang ingin dipih untuk memiliki kesolehan sosial(ber integritas) pada kesehariannya dari seluruh stake holder baik kelembagaannya maupun personal, seperti pemerintah, KPU, dan Partai Politik. Serta meng HARAM kan prilaku kesolehan sosial jadi jadian (pencitraan semata) karena ini adalah bagian dari penipuan dan penyesatan publik (pemilih), dan KPU juga melakukan sosialisasi agar pemilih bisa memilih tanpa tekanan apapun Kesolehan sosial jadi jadikan adalah proses kepura puraan untuk menjadi seperti orang soleh pura pura baik pada masyarakat pura pura jadi partai yang merakyat dan lain sebagainya maka kepada masyarat pemilih indonesia untuk TIDAK MEMILIH mereka, Adatah ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar